Ada sebuah pertanyaan dari jamaah pada salah seorang ustadznya mengenai apa yang telah ia lakukan bersama sang suami, berikut ini kutipannya:
Saya mau bertanya ustad. Pernah suatu hari saya berhubungan badan di pagi hari dengan suami. Waktu itu saya mengira sudah suci dari haid. Namun sore hari saya mendapati darah haid saya masih ada yang keluar. Apakah kami berdosa?
Tidak ada dosa bagi pelanggaran yang dilakukan karena jahil (tidak tahu), lupa maupun dipaksa. Pelanggaran syariat yang terhitung dosa adalah jika dilakukan dengan sengaja dalam keadaan tahu, (baik mengetahui hukumnya maupun tahu berada dalam kondisi yang dilarang), teringat keharamannya, dan bebas memilih. Jika pelanggaran tersebut dilakukan karena tidak sengaja, atau terlupa, atau dipaksa maka Allah memaafkannya. Ibnu Hibban meriwayatkan
“Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; Sesungguhnya Allah memaafkan dari ummatku kesalahan yang tidak disengaja, lupa dan dipaksa” (H.R. Ibnu Hibban)
“Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; Sesungguhnya Allah memaafkan dari ummatku kesalahan yang tidak disengaja, lupa dan dipaksa” (H.R. Ibnu Hibban)
Menggauli istri dalam keadaan haid memang haram berdasarkan sejumlah nash, misalnya ayat berikut;
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Al-Baqoroh; 222)
Namun, konsekuensi dosa hanya berlaku jika menggauli tersebut dilakukan dengan sengaja padahal mengetahui hukum keharamannya dan mengetahui kondisi sedang haid. Jika tidak mengetahui hukum haramnya, atau tahu haram tetapi tidak tahu dalam kondisi haid, maka tidak termasuk dalam larangan ayat tersebut. Oleh karena itu tidak ada dosa baginya.
Jika sudah tahu hukumnya tapi tetap melanggar dengan sengaja, misalnya karena terpesona saat melihat istri, maka barulah dihitung dosa yang oleh sebagian ulama dipandang termasuk Kaba-ir (dosa besar). Ibnu Abbas merekomendasikan shodaqoh sebagai bentuk taubat sebanyak satu Dinar atau dua Dinar bagi orang yang menggauli istrinya yang sedang haid. Abu Dawud meriwayatkan;س
“Dari Ibnu Abbas dari nabi SAW tentang orang yang menggauli istrinya sementara dia haid, beliau berkata; bershodaqoh satu dinar atau setengah dinar” (H.R. Abu Dawud)
Dalam hadis di atas meskipun lafadznya menunjukkan bahwa Ibnu Abbas meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, namun para Ahli hadis meneliti bahwa penisbatan kepada Rasulullah (memarfu’kan hadis ) adalah penisbatan yang lemah. Yang shahih adalah penisbatannya kepada Ibnu Abbas (memauqufkan hadis). Oleh karena itu, rekomendasi ini difahami ijtihad Ibnu Abbas, belum bisa dijazmkan (ditegaskan) diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Untuk para istri, hendaknya dalam menilai sudah berhenti haid apa belum janganlah terburu-buru. Tunggu sampai muncul lendir bening (fluor albus normal/keputihan normal) yang menjadi tanda berakhirnya haid. Untuk lebih memastikan, kapas bisa dipakai untuk melihat apakah masih ada sisa-sisa darah haid ataukah tidak. Jika telah berwarna putih, berarti haid telah selesai. Aisyah merekomendasikan terlihatnya lendir bening sebagai tanda berhentinya haid. Imam Malik meriwayatkan;
“Dari ‘Alqomah bin Abi ‘Alqomah dari ibunya, Maula Aisyah Ummul Mukminin, bahwasanya beliau berkata; para wanita mengirimkan kepada Aisyah tempat alat rias yang berisi kapas yang ada warna kuningnya karena darah haid. Mereka hendak bertanya kepada Aisyah tentang shalat (apakah dengan kondisi kapas seperti itu haid dinilai sudah berhenti sehingga wajib shalat). Maka Aisyah berkata kepada mereka; Janganlah kalian terburu-buru sampai kalian melihat lendir putih (bening)”. Aisyah memaksudkan (sebagai tanda) suci dari haid. (HR. Malik)
Jika setelah suci itu keluar cairan berwarna kuning atau keruh, maka cairan itu tidak perlu dianggap lagi. Karena cairan itu bukan darah haid, tapi istihadhoh. Bukhari meriwayatkan;
“Dari Ummu ‘Athiyyah beliau berkata; kami tidak menganggap (haid) samasekali warna keruh dan warna kuning” (H.R.Bukhari)
Astaghfirullah...Terlanjur Berhubungan Badan denga Suami Saat masih Haid....Berdosakah?... - Resep Masakan, Resep Kue Kering, Resep Kue Basah, Tips Sehat, berita Popular