-->
Selasa, 15 Desember 2015

Gurihnya Pastel Raksasa, yang Jadi Rebutan di Makassar Kala Berbuka Puasa

Gurihnya Pastel Raksasa, yang Jadi Rebutan di Makassar Kala Berbuka Puasa
Pastel adalah salah satu penganan gurih yang kerap menghiasi saat-saat berbuka puasa warga muslim. Paling asyik dinikmati ketika masih hangat ditemani teh atau kopi hangat. Pastel atau di Makassar lebih dikenal dengan nama jalang kote itu banyak bertebaran di pinggir-pinggir jalan, berdampingan dengan takjil lain penggugah selera seperti pisang ijo, es buah dll.

Salah satunya di warung Santika Toddopuli di jl Toddopuli Raya VII, Kecamatan Manggala milik Nurhayati, (46). Dibantu empat keponakan dan anaknya, dia menjual gorengan pastel dan bakwan udang. Yang berbeda dari penjual takjil lainnya di sepanjang jalan Toddopuli Raya VII itu adalah pastel raksasa selebar telapak tangan orang dewasa juga dijual di warung Nurhayati ini yang dijual Rp 10 ribu per buah.

Karena ukuran yang super jumbo itu, pastel karya Nurhayati pun jadi rebutan. Orang-orang berbondong-bondong memadati tempat Nurhayati yang tepat dekat rambu traffic light ini. Mereka tergiur untuk menjajaki pastel raksasa itu.

Ada yang hendak mengambil pesanan namun ada juga yang baru bermaksud membeli. Tak pelak, banyak di antara mereka yang kecewa karena pastel raksasa sudah habis karena memang si empunya warung hanya menyiapkan pastel itu bagi yang telah memesan sehari sebelumnya. Tak pelak, mereka pun hanya membeli pastel ukuran kecil seharga Rp 5 ribu per biji.

Bukan hanya pastel raksasa bentuk biasa seperti bulan sabit, juga dijual pastel raksasa berbentuk love. Harganya Rp 12 ribu per biji. Kata Nurhayati, harga pastel love lebih mahal tergantung tingkat kesulitannya karena kulit pastel ini dua kali proses saat dibentuk.

"Selama sehari ini terjual 100 biji pastel raksasa, semua melalui pesanan karena kami tidak layani kalau tidak dipesan lebih dulu. Sementara pastel love terjual 20 biji karena memang baru dibuat siang ini karena idenya juga baru muncul tadi dari anak saya, Fitri Nabila," tutur Nurhayati yang ditemui di tengah kesibukannya melayani pelanggan.

Dibantu tiga keponakan dan juga Fitri Nabila, putrinya yang masih duduk di bangku SMP itu, Nurhayati mulai mempersiapkan adonan untuk dijadikan kulit pastel sejak pukul 10 wita pagi, juga isian pastel berupa campuran potongan wortel, ubi jalar, bihun, daun dan batang bawang prei yang diberi bumbu. Pukul 13.00 wita sudah mulai menggoreng, memenuhi pesanan pelanggan. Khusus untuk pastel raksasa, ada tambahan isian berupa irisan-irisan telur dan sosis.

Nurhayati mengaku, dia sudah menjual pastel sejak empat tahun lalu. Awalnya buka warung di Jalan Abubakar Lambogo. Dan dua tahun di antaranya sudah mulai menjual pastel raksasa. Baru saat jelang Ramadan tahun ini pindah berjualan di Jalan Toddopuli Raya VII karena melihat lokasi strategis. Alhasil, di tempat dia berjualan inilah, usahanya maju. Pendapatan langsung naik 100 persen karena dibuka bertepatan dengan momen Ramadan, saat-saat orang berburu takjil berbuka puasa.

Saat warung sudah mau tutup di detik-detik terakhir waktu berbuka puasa saja, masih ada orang yang singgah sekadar memesan untuk keperluan berbuka puasa keesokan harinya.

Diceritakan, hal ihwal ide pastel raksasa ini dua tahun lalu berawal saat Mushar, (47) suaminya minta dibikinkan pastel untuk dimakan sendiri. Tiba-tiba saja dia membuat pastel atau jalang kote ukuran besar.

"Suami sempat bilang, kamu gila, Bagaimana cara menghabiskan jalang kote sebesar ini. Tapi keesokan harinya saya coba-coba bikin lagi dan dijual. Langsung laku puluhan biji. Sejak saat itu saya terus bikin jalang kote raksasa, biasanya terjual 60 biji, selama Ramadan terjual sampe 100 biji," tutur Nurhayati.

Dia mengakui, jalang kote raksasanya itu diburu warga selain karena memang terlihat unik karena ukuran yang tidak biasa, juga karena bantuan penyebaran informasi melalui media sosial oleh seorang pelanggan yang tengah melintas beberapa waktu lalu.

Kini jalang kote atau pastel raksasa itu selain di Makassar, juga terjual hingga ke daerah Kabupaten Gowa dan Kabupaten Maros. Modal awalnya, kata Nurhayati, hanya Rp 1 juta untuk membeli terigu sebanyak 1 karung isi 25 kilogram seharga Rp 130 ribu.

"Pendapatan kini bisa mencapai Rp 1 juta per hari," tutur Nurhayati sembari terus melayani pesanan pelanggannya. [bal]

Baca Juga Resep Lainnya di Bawah Ini:

Tags :
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+